OTOMATISASI DUNIA PERTANIAN DI INDONESIA: ANALISIS PERKEMBANGAN DAN DAMPAKNYA
Sejarah perkembangan pertanian relatif merupakan inovasi lama berselang jika dibandingkan dengan sejarah manusia, karena manusia pada semula dalam masa yang lama hanya bertindak sebagai pengumpul makanan. Sekitar pada tahun 7.000-10.000 produksi pangan yang pertama serta penanaman dan pembudidayaan baru terjadi pada zaman neolitik. Pada zaman prasejarah, telah terjadi pengembangan tanaman dibagi menjadi dua yaitu:
- Penjinakan(Domescation) yaitu dengan membawa beberapa spesies liar ke dalam budidaya atau pengolahan
- Seleksi (selection) yaitu penangkaran yang berbeda-beda dari spesies tersebut.. adapun sistem pertanian yang berkembang di Indonesia antara lain adalah sistem ladang, sistem Tegal pekarangan, sistem sawah dan perkebunan.
Pertanian tradisional ditandai sejak manusia mulai menetap dan berladang pada satu lokasi. Sistem pertanian ini merupakan model pertanian yang masih sangat sederhana yang sifatnya ekstensif dan tidak memaksimalkan penggunaan input seperti teknologi, pupuk kimia dan pestisida. Di Indonesia, pertanian tidak bisa dilepaskan dari kehidupan masyarakatnya karena negara Indonesia sampai saat ini masih merupakan negara agraris. Oleh karena itu pertanian memegang peranan penting dalam memajukan perekonomian masyarakat. Sektor pertanian Indonesia tidak pernah lepas dari permasalahan yang setiap tahunnya selalu membuat petani kesulitan. Salah satu masalah sektor pertanian di Indonesia adalah teknologi pertanian.
Dengan adanya peran teknologi pertanian maka diharapkan akan dapat meningkatkan kualitas hasil pertanian, serta memudahkan bagi para pengelola sektor pertanian untuk mendapatkan hasil kerja yang optimal. Akan tetapi teknologi pertanian di beberapa wilayah mungkin masih belum sesuai untuk diterapkan secara keseluruhan, karena masih harus mempertimbangkan beberapa faktor seperti kondisi alam, tenaga ahli yang mengoperasikan peralatan, serta pengetahuan masyarakat tentang alat teknologi pertanian
Inovasi teknologi pertanian berperan penting dalam meningkatkan produktivitas pertanian, mengingat bahwa peningkatan produksi melalui perluasan lahan (ekstensifikasi) sulit diterapkan di Indonesia, di tengah-tengah konversi lahan pertanian produktif ke non pertanian semakin meluas. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) dalam kurun waktu 1983-1993 telah terjadi alih fungsi lahan seluas 935.000 hektar yang terdiri atas 425.000 hektar berupa lahan sawah dan 510.000 lainnya bukan sawah atau rata-rata pertahun sekitar 40.000 hektar.
Untuk tahun 1993-2003 diperkirakan konversi lahan mencapai dua kali lipat dari tahun 1983-1993, yaitu sekitar 80.000 hingga 100.000 hektar per tahun.Wilayah konversi lahan terbesar terjadi di Pulau Jawa sebesar 54% dan Sumatera 38%.Perubahan konversi lahan terbesar adalah menjadi lahan perkampungan/lahan pemukiman (69 persen) dan kawasan industri 20%.
Kemajuan dan pembangunan dalam bidang apapun tidak dapat dilepaskan dari kemajuan teknologi. Revolusi pertanian didorong oleh penemuan mesin mesin dan cara cara baru dalam bidang pertanian. Apabila tidak ada perubahan dalam bidang teknologi maka pembangunan pertanian pun berhenti . Produksi terhenti kenaikannya bahkan dapat menurun karena merosotnya kesuburan tanah atau kerusakan yang makin meningkat oleh hama penyakit yang masih merajalela. Contoh inovasi teknologi di bidang pertanian adalah teknologi sensor dan teknologi otomasi.
Pertama teknologi sensor dapat memberikan data yang konkrit dan real time terhadap para petani. Teknologi sensor yang sedang dikembangkan saat ini adalah teknologi sensor bagi tanaman yang memanfaatkan drone untuk mendapatkan beragam data, seperti pertumbuhan hama, penyakit, dan permasalahan lainnya.
Teknologi ini banyak dikembangkan di pertanian tanaman hortikultura dalam skala besar. Dengan adanya teknologi ini, penggunaan pestisida dan bahan kimia lainnya dapat lebih terarah dan efisien, sehingga mengurangi dampak negatif bagi lingkungan. Kedua teknologi otomasi ,penerapan otomasi seperti ini masih terbilang sederhana. Namun kini sistem otomasi yang lebih rumit sudah dikembangkan di Belanda.
Eldert Van Henten mengembangkan teknologi deteksi dan alat panen otomatis untuk pir, pisang, persik, dan pisang di Wageningen University, Belanda. Alat ini bisa mendeteksi level pigmen klorofil dan athocyanin melalui alat yang disematkan terhadap buah yang diamati. Selain itu alat ini juga dilengkapi dengan camera pendeteksi kombinasi warna (RGB) untuk mendeteksi kedalaman warna sehingga ukuran buah dapat diketahui. Setelah data menunjukan bahwa buah sudah matang, alat akan memanen buah hanya dalam waktu dua detik saja. Selain itu, seluruh data kesehatan buah dan tanaman, tingkat kematangan, dan status lainnya akan terintegrasi pada smartphone sehingga dapat dipantau secara real time. Dengan penggunan teknologi ini, efisiensi akan sangat meningkat, ketepatan waktu pada saat panen pun akan lebih terjaga.
Penerapan inovasi di wilayah pedesaan Indonesia, berhubungan erat dengan penyelenggaraan penyuluhan. Penyuluh lapang berperan penting dalam memperkenalkan inovasi teknologi pertanian kepada petani (Pranadji,2016). Peran penyuluh pada dasarnya tidak hanya sekedar memperkenalkan teknologi kepada petani, melainkan juga meningkatkan kapasitas petani agar mampu secara mandiri dalam menjalankan usahanya.
Sistem pertanian modern adalah sistem dalam bidang pertanian yang menggunakan alat-alat canggih dan dalam skala yang besar. Dalam perkembangannya, kedua sistem pertanian ini memiliki banyak kelemahan dan justru memberikan dampak negatif, baik itu dalam aspek ekonomi maupun dalam aspek lingkungan. Sistem pertanian modern pada dasarnya memiliki kelebihan, karena diawali oleh program revolusi hijau yang mengusahakan pemulihan tanaman untuk mendapatkan varietas baru.
Penggunaan sistem pertanian modern seperti teknologi sensor dan teknologi otomasi di Indonesia sudah banyak dilakukan. Untuk memanen padi sudah tidak lagi menggunakan tenaga manusia, tetapi menggunakan alat tertentu yang bisa langsung memisahkan antara padi dengan tangkainya. Teknologi otomasi juga dapat ditemui dalam kegiatan penyiraman rutin dimana sekarang sudah tersedia alat penyiram otomatis yang bisa dikontrol volume air dan waktu penyiraman dengan menggunakan handphone. Di satu sisi, hal ini sangat menghemat waktu, tenaga, dan biaya. Tetapi di sisi lain, penggunaan teknologi sesor dan otomatisasi mengurangi penggunaan tenaga manusia sehingga dikhawatirkan dapat menimbulkan pengangguran di kalangan buruh tani ataupun tenaga kasar lain di dunia pertanian. Selain itu, dikhawatirkan juga terjadi degradasi pengetahuan tentang pertanian yang bisa muncul jika manusia terlanjur nyaman menggunakan teknologi dengan segala kemudahannya.